CILEGON,Teropongnews.id – Dugaan praktek mafia hukum kembali terjadi di Provinsi Banten, yang kali ini diduga dilakukan oknum hakim Pengadilan Negeri Serang bekerjasama dengan pengacara dan notaris.
Akibat putusan hakim yang diduga berdasarkan skenario dan pesanan itu, seorang wanita asal Kota Cilegon harus kehilangan haknya sebagai ahli waris.
Pengacara Rumbi Sitompul, yang mendampingi kliennya Shandy Susanto, kini melaporkan permasalahan tersebut kepada Komisi Yudisial, Bawas Mahkamah Agung, KPK RI, hingga ke Polda Banten.
Sejumlah hakim yang dilaporkan yakni berinisial NA, SH, MH selaku ketua majelis yang juga menjabat Wakil Ketua PN Serang. Selain dua orang hakim anggota berinisial HC, SH, dan DR.BD, SH, MH.
Ketiganya merupakan majelis hakim yang mengadili perkara perdata nomor 171/ Pdt.G/ 2023/ PN. Srg, yang menimpa Shandy Susanto.
Rumbi menceritakan kronologi dari kasus tersebut. Kliennya, seorang wanita bernama Shandy Susanto tidak mendapatkan keadilan bahkan haknya dirampas oleh putusan hakim PN Serang tersebut.
Ia menjelaskan, kasus bermula setelah kematian ibu angkat dari Shandy yang merupakan seorang pengusaha di Kota Cilegon bernama Kumalawati atau dikenal Ong Giok Hwa.
Shandy Susanto telah digugat oleh saudara-saudara ibu angkatnya sendiri, yakni Hestimawati dkk.
“Dalam gugatan sebenarnya menuntut Shandy tentang pembagian waris atas harta peninggalan atau harta warisan dari almarhum ibu angkatnya bernama Almarhum Kumalawati yang telah meninggal dunia pada tanggal 24 Januari 2021 yang lalu karena sakit. Tapi Putusan hakim ternyata melebihi dari tuntutan pembagian waris, malah klien kami Ibu Shandy Susanto kehilangan hak warisnya karena dibatalkan statusnya sebagai ahli waris dari Kumalawati,” ungkap Rumbi kepada wartawan, Rabu (21/8/2024).
Atas putusan tersebut dan apa yang dialami selama proses pemeriksaan perkara dan persidangan, Rumbi menilai bahwa ada indikasi kuat telah terjadi Pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim yang dilakukan oleh para terlapor.
Para hakim terlapor itu telah memperlihatkan sikap keberpihakannya secara terang-terangan, bahkan diduga telah menerima gratifikasi dari penggugat.
“Oknum hakim tersebut dalam setiap persidangan dan terutama pada saat Sidang Pemeriksaan Lapangan, secara terang-terangan telah memperlihatkan keberpihakannya kepada penggugat. Dimana penggugat yang hanya memohon pemeriksaan untuk 41 objek, tetapi oleh Majelis Hakim justru diputuskan untuk memeriksa sebanyak 71 objek. Saat itu kami sempat mengajukan keberatan karena hal itu tidak sesuai atau telah melanggar ketentuan perundang-undangan, tapi Majelis Hakim tidak menghiraukan dan tetap pada ketentuannya,” jelas Rumbi.
Kecurigaan Rumbi akan adanya mafia peradilan bahkan semakin terbukti, setidaknya tercermin pada putusan perkara tersebut melalui E Court PN Serang pada tanggal 25 Juni 2024.
“Jadi Majelis Hakim telah membuat putusan yang disebut dan dikenal dengan ‘ULTRA PETITA’ yakni memutus dengan amar putusan yang sama sekali tidak didalilkan atau tidak dituntut oleh penggugat. Dalam perkara perdata, putusan seperti ini justru sangat dilarang atau tidak diperbolehkan oleh Undang-undang dan Jurisprudensi Mahkamah Agung RI,” tegas Rumbi.
Kasus tersebut kini tengah dilakukan upaya hukum Banding ke Pengadilan Tinggi Banten melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri Serang dengan Akta Permohonan E – Court Banding Nomor : 171/ Pdt. Akta. Banding/ 2024/ PN.Srg Jo Nomor : 171/ Pdt.G/ 2023/ PN. Srgm
Namun saat pengajuan administrasi banding ini, pengacara Rumbi kembali menemukan kejanggalan. Saat itu ia mengaku memperoleh informasi bahwa ternyata proses banding yang diajukan Rumbi ini telah ditunggu-tunggu dan selalu ditanyakan oleh salah satu hakim yang berinisial HC,SH kepada pihak Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) PN Serang.
“Menurut sumber kami, bahwa hakim HC,SH ini telah mengatur sedemikian rupa proses banding atas perkara Nomor 171/ Pdt.G/ 2023 / PN. Srg tersebut, yang nantinya pada tingkat banding akan ditangani oleh seorang koleganya hakim di Pengadilan Tinggi Banten dengan inisial KSR, SH.M.Hum bersama dengan majelisnya, dengan target akan memenangkan pihak penggugat,” jelas Rumbi.
Laporan ke Komisi Yudisial sendiri telah disampaikan melalui Surat Laporan Nomor 90/ PGDN/ KY/ VIII/ 2024, tanggal 5 Agustus 2024. Dan Laporan ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI disampaikan melalui Surat Nomor 90/ PGDN/ KY/ VIII/ 2024, tanggal 5 Agustus 2024.
“Jika Hakim sebagai pelaku Kekuasaan Kehakiman yang menjadi benteng terakhir penegakan hukum bagi masyakarat telah turut melakukan perbuatan Mafia Peradilan maka mau kemana lagi masyarakat mencari keadilan? Negara Indonesia yang mengklaim diri sebagai sebagai Negara Hukum atau Recht Staat akan hancur oleh perbuatan dari hakim-hakim nakal. Jadi kita ini menghadapi hakimnya mafia, yang bekerjasama dengan notaris mafia, dan juga pengacara yang mafia. Kami berharap, lembaga KY, Bawas Mahkamah Agung dan juga KPK agar dapat segera melakukan pemeriksaan atas laporan kami, dan menindak oknum hakim tersebut, bahkan sudah layak dipecat hakim yang seperti itu,” pungkasnya.
Diketahui, kasus ini dimulai dari Hestimawati bersama saudara-saudaranya sebanyak 9 orang mengaku atau mengklaim dirinya adalah juga merupakan ahli waris dari Almarhum Kumalawati alias Ong Giok Hwa bersama-sama dengan Shandy Susanto berdasarkan Akta Nomor 03, tanggal 6 Januari 2023, tentang Surat Keterangan Hak Mewaris Almarhum Kumalawati yang dibuat oleh Notaris bernama Rafles Daniel.
Berdasarkan Akta Notaris tersebut, para penggugat bersama saudara-saudaranya meminta agar seluruh harta warisan Kumalawati dibagi sama oleh 10 orang ahli waris termasuk Shandy Susanto sendiri.
Sedangkan menurut Shandy Susanto, yang merupakan anak keturunan Tionghoa ini, dia adalah merupakan satu-satunya ahli waris dari Almarhum ibu angkatnya Kumalawati alias Ong Giok Hwa, yang telah disahkan pengangkatannya oleh Penetapan Pengadilan Negeri Serang pada tahun 2003.
Status hukum Shandy Susanto sebagai ahli waris ini memiliki dasar hukum berpedoman pada ketentuan Staatsblaad atau Stb 1917 No 129 dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Istimewa Jakarta Nomor 907/ 1963, tanggal 29 Mei 1963.
Bahkan dikuatkan melalui Surat Edaran Mahkamah Agung RI secara tegas menyebutkan bahwa Anak Angkat WNI Tionghoa baik laki-laki maupun perempuan yang telah disahkan pengangkatannya dengan Penetapan Pengadilan adalah sebagai Ahli Waris dari orangtua angkatnya.
Dijelaskan juga, sebelum adanya Akta Notaris yang diterbitkan Rafles Daniel yang menjadi bukti hukum putusan hakim PN Serang, lebih dulu pada tanggal 3 Maret 2021 setelah ibu angkatnya meninggal Shandy Susanto telah mengurus penerbitan Surat Keterangan Waris (SKW) yang dibuat atau diterbitkan oleh Arjamalis Roswar, Notaris yang berkedudukan hukum di Kota Serang.
Notaris Arjamalis Roswar menerbitkan Akta Nomor : 25 / N/AR/ III/ 2021 yang menyebutkan bahwa Shandy Susanto adalah satu-satunya Ahli Waris dari Almarhum Ibu Angkatnya Kumalawati alias ONG GIOK HWA.
“Sejak lahir, kecil hingga meninggalnya ibu, saya ini selalu berada di samping almarhum. Mereka (penggugat) juga mengetahui keberadaan saya sebagai satu-satunya anak Ibu Kumalawati. Saya hanya berharap keadilan untuk saya dan anak-anak saya,” ujar Shandy, yang mengaku diangkat anak oleh Kumalawati sejak Tahun 1984 ini. (*)
Jadi Korban Mafia Peradilan di PN Serang, Wanita Asal Cilegon Laporkan 3 Orang Hakim ke KY dan Mahkamah Agung
127